Kamis, 26 Maret 2015

Antara Steak dan Bebek Goreng

Entah sudah keberapa kali Yasser merajuk pengen makan steak. Dari pas dia sakit demam panas dia merayu saya untuk mengajaknya makan steak. Saya bukan ga mau, tapi waktunya kapan? Senin-Sabtu dia sekolah, saya juga kerja. Terus Minggunya dia dan abangnya ikut hafidz quran seharian. Kata Yasser "Ah..alesan. Bilang aja Mama ga mau!" hehe...anak pintar.

Terus, ide makan steak itu kuajukan ke suami. Suami meng-oke kan untuk makan steak malam minggu. Maka, suatu malam minggu yang cerah, kami ber-5 pergi berburu steak.
Tadinya aku mengajukan makan steak di Waroeng Steak and Shake. Selain karena lokasinya deket banget sama rumah, juga harganya terkenal paling murah. Tapi pas kami mau parkir, penuh sekali.

Terus saya usul makan di Bogor Steak Sawojajar yang baru grand opening. Karena kulihat di spanduk depan resto tercantum harganya mulai dari Rp45 ribuan. Tapi suami meragukan rasanya.
Akhirnya kami berputar ke arah jalan pajajaran menuju jalan bangbarung yang terkenal dengan wisata kulinernya. Kami menuju Abuba Steak. Ini steak cabang Jakarta. Resto ini sudah terkenal cita rasa steaknya, dan tentu -harganya.

Begitu duduk, kami langsung disodori buku menu. Selembar demi selembar kami telusuri nama masakan berikut harganya. 
Demi melihat harganya yang hampir semua diatas 100 ribu, kedua anak lelakiku langsung terperangah (hehe..maklum, mereka sudah kubiasakan makan di resto sederhana dan kuajarkan bahwa cari uang itu susah!). 
Karena bingung milih menu (milih harga pastinya!) akhirnya suami kasih ide, supaya pilih steak lokal saja (harganya dibawah 100 ribu). Kemudian anak2 pun dengan senang hati memilih steak New Zealand yang paling murah diantara steak impor lain..(cuma Rp85 ribuan). Sementara saya pilih salmon steak. Bukan karena harganya lebih murah, tapi emang karena saya berniat kurangi makan daging sejak sering sakit kepala.

Setelah 1/2 jam kami menunggu. Hidangan yang kami pesan pun datang. Yasser sangat antusias sekali melihat kepulan asap dan bunyi cessss yang muncul dari pinggan panas steak. Kami menunggu sampe steak sedikit dingin, supaya lidah tidak melepuh. 
Tiba saat memotong daging.. kulihat Yasser dan Yassin memotong daging dengan susah payah. Haha.. beginilah risiko kalo pesen steak yang termurah. Daging kualitas paling rendah dan alot. Tapi anak2 ga peduli. Mereka tetap menikmati, meski dikunyahnya harus memakan waktu.

mulai bosan motong daging susah

Layaknya di film-film, harusnya steak dipotong dengan perlahan, penuh kesabaran dan anggun. Tapi yang ada di kami sebaliknya: anak2 lama2 engga sabar dengan tekstur daging yang keras. Yang terjadi selanjutnya: garpu dan pisau ditaro begitu saja. Aksi gigit daging pake tangan layaknya makan bebek goreng di warung tenda pun terjadi.
Saya ga tahan untuk tertawa. Begitu pun suami. Kedua anak lelaki saya dengan cueknya menggerogoti steak yang entah sudah seperti apa bentuknya. Suami pun nyeletuk : "hadeuh...tau gitu, mending tadi makan bebek goreng slamet aja. Kalian bisa puas gigit sampe ke tulang-tulangnya!"

aksi gigit terjadi  :D

Selesai makan dan suami bayar di kasir. Kami pun melenggang pulang. Di mobil kami tertawa-tawa sambil membayangkan ekspresi keheranan para pelayan nanti saat membereskan meja kami: kok bisa makan steak sampe bersih sampe ke tulang-tulangnya? 

ga tahan! wakaka...


Kami memang keluarga cuek dan apa adanya. Hahaa....







4 komentar:

  1. akhirnya kesampaian juga ya makan steaknya. Seru ya makan pakai tangan :)

    BalasHapus
  2. haha...kebiasaan makan tulang sumsum yg dikecrok sampe tandas!

    BalasHapus
  3. Bebek dan steak yg ga ada beda ya mb berarti hahaa

    BalasHapus